Search This Blog

Thursday, October 11, 2018

MAKALAH KEMATIAN DALAM AL-QUR’AN


KEMATIAN DALAM AL-QUR’AN

Lambang UIN RF


Disusun Oleh:
Adi Febi Hidayat                      (1532100074)

Dosen Pembimbing :
DRS. H. MARDHI ABDULLAH





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kematian  dalam  pandangan  Islam bukanlah  sesuatu  yang  buruk,  karena di samping mendorong manusia untuk  meningkatkan  pengabdiannya  dalam  kehidupan dunia  ini,  ia  juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati.
     Ayat-ayat al-Quran dan hadis Nabi menunjukkan bahwa kematian bukanlah  ketiadaan  hidup  secara  mutlak, tetapi ia adalah ketiadaan hidup di dunia,  dalam  arti  bahwa  manusia  yang meninggal pada hakikatnya masih tetap hidup di alam lain dan dengan cara yang tidak dapat diketahui sepenuhnya. Al-Quran  seperti  dikemukakan  berusaha menggambarkan bahwa hidup di akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan dunia.
 وَلَلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ ٤
 "Sesungguhnya akhirat itu lebih baik untukmu dari padadunia" (QS al-Dhuha: 4)
     Musthafa  al-Kik  menulis  dalam   bukunya   Baina  Alamain bahwasanya  kematian  yang dialami oleh manusia dapat berupa kematian mendadak seperti serangan  jantung,  tabrakan,  dan sebagainya,  dan  dapat  juga merupakan kematian normal yang terjadi melalui proses  menua  secara  perlahan.  Yang  mati mendadak  maupun  yang normal, kesemuanya mengalami apa yang dinamai sakarat al-maut (sekarat)  yakni  semacam  hilangnya kesadaran yang diikuti oleh lepasnya ruh dan jasad.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Kematian
1.      QS. Al-Baqarah: 28
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”
a)      Tafsir Mufradat
أَمْوَاتًا        : jamak dari maut (mati). yang dulunya tidak ada, bagaimana kamu kufur kepada Allah , yang telah menciptakan kamu dari ketiadaan (yang semula tidak ada).
يُمِيتُكُمْ       : asal kata dari kata amaata-yumitu. Artinya mematikan.
يُحْيِيكُمْ       : asal katanya ahyaa-yuhyi artinya menghidupkan.[1]
b)      Penafsiran Mufasir
Pada ayat ini, Allah SWT mencela sikap orang-orang kafir yang merusak agama, manusia dan kemanusiaan. Kemudian Allah memerintahkan mereka agar memperhatikan diri mereka, kejadian, kehidupan dan kemana mereka akan kembali (kepada Allah).[2]
Sebelum menjadi makhluk hidup, manusia adalah makhluk mati yang berasal dari tanah. Setelah manusia hidup, Allah melanjutkan keturunannya dengan mempertemukan benda-benda mati yaitu air mani laki-laki dan sel telur perempuan di dalam rahim perempuan. Setelah melalui beberapa proses kemudian Allah meniupkan roh ke dalamnya, sehingga jadilah seorang manusia yang terlahir ke dunia ini.
Pada saatnya, Allah akan mencabut nyawa manusia dengan mengirimkan malaikat maut-Nya sehingga matilah ia kembali. Selanjutnya manusia akan dibangkitkan dari kematiannya kembali untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatnnya di dunia. Orang-orang yang beriman akan dibalas dengan surga sedangkan orang-orang yang kafir diganjar dengan api neraka yang menyala-nyala.
Ayat ini secara implisit mengingatkan kepada orang-orang yang beriman tentang beberapa hal:
1)      Allah SWT Maha kuasa, Dialah yang menghidupkan dan mematikan kemudian membangkitkannya kembali setelah matinya. Hanya kepada-Nya semua makhluk hidup akan kembali.
2)      Mengingatkan manusia agar jangan terlalu condong kepada dunia. Hidup yang hakiki ialah kehidupan di akhirat kelak, hidup di dunia merupakan hidup untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik nanti.
3)      Hanya Allah SWT lah yang menentukan ukuran, batas waktu kehidupan makhluk seperti kapan suatu makhluk diciptakan, bagaiman keadaannya, sampai kapan akhir adanya dan sebagainya.[3]
Akan sangat mengherankan bagi Allah ketika mendapati manusia tiba-tiba ingkar kepada-Nya, tiba-tiba merasa tidak butuh akan petunjuk-Nya. Manusia tiba-tiba merasa bisa jalan sendiri, merasa bisa bereksistensi tanpa selain dirinya. Karena Allah tahu persis siapa manusia itu, maka saat mereka ingkar kepada-Nya dan menentang Kitab Suci-Nya. Dia lalu bertanya ‘heran’: “Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya (benda) mati, lalu Allah menghidupkanmu…” Inilah rahasianya kenapa setelah itu Dia mematikan kita kembali, agar menjadi peringatan bagi kita bahwa, secara biologis, kita tetap memiliki kekurangan yang tak terkira.

2.      QS. Az-Zumar: 42.
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الأخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.”
a)      Tafsir Mufradat
يَتَوَفَّى الأنْفُسَ        : mewafatkan/mematikan, yang dimaksud di sini adalah al-wafatu al-kubra yaitu mati. Jika seseorang tidur namanya al-wafatu  sughra.
أَجَلٍ مُسَمًّى                 : ajal yang sudah ditentukan.[4]
b)      Penafsiran Mufasir
Apabila seseorang telah meninggal dunia, menghembuskan nafas penghabisannya, laksana habisnya nyala korek api bila apinya telah padam. Di dalam surat al-Qur’an lainnya, misalnya suran as-Sajdah ayat 9 Tuhan menjelaskan juga bahwa setelah manusia dibentuk Allah di dalam rahim ibu, ditiupkan padanya roh. Jika di waktu permulaan kejadian Allah yang memasangkannya pada tubuh, maka seketika manusia meninggal, Allah pula Yang akan memeliharanya atau menyimpannya baik-baik. “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
Hamka dalam Tafsir al-Azharnya menyatakan, di waktu manusia tertidur samalah keadaannya dengan mati, yaitu bahwa hanya nafasnya saja yang turun naik. Adapun kesadaraanya sebagai insan, kesadaran yang tersebab dari adanya jiwa pada waktu itu tidak ada pada dirinya. Seseorang tinggal menunggu keputusan Tuhan kapan ajalnya akan datang ataupun sampai kapan dia akan hidup sampai suatu waktu yang tak ditentukan, yaitu apa yang disebut dengan ajal atau janji yang tidak dapat dilambatkan barabg satu pun dan tidak pula dapat dipercepat. Ilmu tentang itu hanya milik Tuhan.[5]
Oleh karena itu, maka insaflah orang-orang yang beriman itu lalu mereka mempergunakan kesempatan hidup yang diberikan Allah untuk mengisinya dengan amal shaleh sebaik-baiknya, sehingga tidak ada yang terbuang percuma. Jiks tiba-tiba seketika panggilan Allah datang didapati dia masih tetap dalam kesibukan mengisi hidup dengan amal yang berfaedah.
3.      QS. Al-Mu’min: 11.
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
“Mereka berkata: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?"
a)      Tafsir Mufradat
أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ     : mematikan kali kedua (yang pertama adalah ketika manusia belum ada dan yang kedua mati ketika di dunia).[6]
أَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ : menghidupkan kami kali kedua ( hidup di dunia dan hidup di akhirat).
b)      Penafsiran Mufasir
Permulaan ayat ini beresensi ucapan manusia sebagai suatu keluhan. Bukannkan mereka telah mengatakan bahwa Tuhan telah mematikan mereka dua kali, mati yang pertama ialah sebelum manusia dijadikan lengkap bertubuh sebagi insan. Manusia telah ada dalam Ilmu Tuhan, bahan-bahan yang akan dibentuk menjadi seorang manusia sudah ada dalam rencana Tuhan.
Maka sejak manusia masih berupa zat yang akan jadi bahan gizi yang akan masuk kelak ke dalam sayur yang akan dimakan, lalu menyelinap dalam darah, lalu tersembunyi dalam mani, manusia telah ada tetapi belum hidup. Sebab itu, pada waktu yang demikian itu manusia masih direken mati, maka itulah mati pertama. Kemudian berpadulah mani si laki-laki dengan sel telur perempuan, terjadilah nuthfah, ‘alaqah, mudhghah lalu kelak bulannya cukup dan lahirlah manusia ke dunia. Itulah hidup yang pertama.
 Sesudah itu sampailah kepada ajalnya (janjinya), mak adia pun mati. Itulah mati yang kedua. Kemudian ditiupkan serunai sangkakala yang kedua, untuk membangunkan manusia dari kematiannya. Lalu manusia bangun, itulah hidup yang kedua. Itulah yang dikatakan mati dua kali dan hidup dua kali.[7]
Setelah itu, manusia berkata “kami mengakui dosa-dosa kami”, para manusia mengakui dosa-dosa mereka dan bertanya “. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?". Boleh agaknya kami (manusia) hidup kembali seperti yang dahulu? Keluar ke muka bumi, agar kami perbaiki hidup kami yang ketiga itu dengan beriman yang benar, dengan beramal yang saleh?.
Tentu saja permohonan manusia yang demikian itu tidak dapat dikabulkan oleh Allah SWT. Karena dengan demikian tentu Allah mengubah kembali sunnah-Nya yang telah lazim, karena dengan adanya hidup yang ketiga kali, niscaya aka nada mati yang ketiga kali. Dan yang begitutentu bukanlah untuk beberapa orang yang bersalah yang mengeluh mengenang dosa. Bagaimana dengan makhluk lain? Bagaiman dengan orang telah menerima kebahagiaan dalam surga karena kepatuhannya mengikuti jalan Allah. Apakah hidup mereka akan diulangi kembali? Tentu adalah sangat mustahil.
4.      QS. Al-Mulk: 1-2.
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
a)      Tafsir Mufradat
تَبَارَكَ              : Tambahan kebaikan, baik bersifat material maupun spiritual.
خَلَقَ                Qaddara (menentukan).
لِيَبْلُوَكُمْ             Li Yakhtabirakum (untuk menguji kamu). Maksudnya untuk memperlakukan kamu dengan perlakuan kamu dengan perlakuan bersifat menguji perbuatan-perbuatanmu.
أَحْسَنُ عَمَلا       : Amal yang paling ikhlas terhadap Allah.
الْعَزِيز             : Yang menang dan kuasa untuk menyiksa siapa saja yang bersifat jahat.[8]
b)      Penafsiran Mufasir
Allah Swt mengagunggkan diri-Nya dan memberitahukan  bahwa di tangan-Nya terdapat kerajaan dan pengendalian bagi segala makhluk menurut yang dikehendaki-Nya. Tidak ada yang menolak hokum-Nya dan tidak ada yang menaynykan kepada-Nya mengapa Dia berbuat, karena keperkasaan, kebijaksanaan, dan keadilan-Nya. Dialah yang berkuasa atas segala sesuatu.
Kemudian Dia memberitahukan bahwa Dialah yang menentukan kehidupan dan kematian untuk menguji kamu (manusia), agar Dia melihat siapa di antara kamu yang mengikhlaskan amal kepada-Nya dan menjadikan bagi masing-masing (keduanya) itu waktu yang tidak diketahui oleh makhluk-Nya kecuali oleh Dia sendiri. Dia adalah pemilik kekuasaan yang memenangkan urusan-Nya. Dia Maha pengampun terhadap orang-orang yang berdosa, kemudian bertaubat dan meninggalkan dosanya itu.[9]
Ibnu Katsier dalam kitab tafsirnya menyatakan dalam ayat ini, Allah SWT menunjukkan bukti kebesaran kekuasaan-Nya bahwa segala sesuatu itu milik Allah, Dialah raja segala raja, berkuasa atas segala sesuatu, mengadakan, meniadakan, menghidupkan dan mematikan.[10]
Hamka dalam Tafsir al-Azharnya menyatakan bahwa Tuhan memberi ingatan kepada manusia dalam perebutan kekuasaan dan kemegahan dalam dunia ini bahwasanya kerajaan yang sebenar kerajaan,kekuasaan yang sebenar kekuasaan  hanya ada dalam tangan Allah. Naiknya seorang menjadi penguasa hanyalah adanya pengakuan, dalam artian setelah banyak orang mengakui,dengan anngkatan tertentu,barulah dia berkuasa. Sedangkan Allah sebagai Maha Kuasa dan Maha Menentukan, tidaklah Dia berkuasa karena diangkat.meskipun misalnya berkumpul isi bumi untuk mendurkai kekuasaan Allah, yang  akan jatuh bukan Allah,melainkan yang memungkiri kekuasaan Allah itu. Oleh sebab itulah sangat mustahil Allah itu beranak. Sebab Allah itu hidup selama-lamanya dan maha kuasa untuk selama-lamanya.
Allah pulalah yang menciptkan hidup dan mati, dalam ayat ini Allah member peringatan kepada manusia bahwa dalam hidup ini tidaklah berhenti di dunia saja. Ini merupakan peringatan kepada manusia agar insaf akan mati, disamping ia terpesona oleh hidup. Banyak manusia lupa dan takut menghadapi mati karena hatinya terikat kepada dunia. Oleh karena itu, adalah tugas manusia yang masih diberi kehidupan untuk mempertinggi amalan diri. Tegasnya disini yang dikehendaki oleh Allah adalah ahsanu ‘amalan, amalan yang terlebih baik, walaupun sedikit tapi amaln yang bermutu.  
Sebagai Tuhan yang Maha Kuasa, pembagi kekuasaan kepada sekalian raja dan penguasa di dunia di seluruh alam ini,baik di bumi ataupun d langit, Allah lah yang maha Menentukan segala sesuatu.segala sesuatuadalah meliputi segala susuatu, baik yang sangat besar maupun yang sangat kecil. Contoh sesuatu yang besar adalah Matahari dengan segala bintang-bintang yang menjadi satelitnya. Sedangkan alam yang sekecil kecilny itu adalah yang dikenal dengan nama atom atau zarrah. Kecilnya zarrah itu menyebabkan dia tidak dapat dibagi lagi.[11]
B.     Kontekstualitasi
Menurut para ulama’, kematian bukanlah ketiadaan sejati dan bukan pula kehancuran yang sebenarnya.kematian hanyalah terputus dan berpisahnya keterkaitan jiwa dengan badan serta(berpisahnya) kesatuan keduanya, pergantian keadaan, dan perpindahan dari suatu negri ke negri yang lainnya(dari dunia menuju akhirat).kematian adalah salah satu musibah besar, Allah menyebutkan sebagai musibah sebagaimana yang terdapat dalam firmanNya surat al-ma’idah ayat  106. Para ulama mengatakan, “musibah yang paling besar daripada kematian ialah melalaikan kematian,berpaling dari mengingatkanya, kurang memikirkanya, dan tidak beramal untuknya.” Kematian itu sendiri merupakan pelajaran bagi yang mau mengambil pelajaran dan gagasan bagi siapa yang berfikir.[12]
Masalah yang dihadapi masyarakat saat ini mengenai ayat-ayat tentang kematian itu salah satunya ialah banyak orang yang mengharapkan kematian dan berdoa memohon kematian, karena musibah yang menimpa harta dan jiwa sebagai mana yang muslim riwayatkan dari Anas, yang mengatakan:
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي
Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Tsabit AL-Bunani dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya, kalau memang hal itu harus, hendaknya ia mengatakan; Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku, dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku."[13]
Selain itu anas menuturkan, “berdoa untuk memohon kematian sebelum kematian tersebut tiba kepadanya. Sebab, jika salah rasulullah SAW bersabda yang artinya janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian dan jangan pula seorang dari kalian telah mati, maka terputuslah amalny. Dan tidaklah usia seseorang mukmin bertambah melainkan menjadi suatu kebaikan.”
Diriwayatkan dari sahal bin abdillah at-tusturi bahwa ia mengatakan, “tidak ada dari seorang kalian  yang mengharapkan kematian, kecuali tiga golongan: orang yang tidak tau mengenai apa yang bakal terjadi sesudah kematian, orang yang lari dari takdir Allah SWT, atau orang yang rindu serta ingin berjumpa dengan Allah.”[14]
Jadi penjabaran diatas merupakan gambaran dari apa yang terdapat pada masyarakat saat ini dengan adanya ayat ayat tentang kematian, contoh seperti yang diatas itu merupakan larangan buat masyarakat untuk tidak melakukan hal tersebut. Kalaupun terdapat beberapa sahabat yang menginginkan hal tersebut itu hanyalah mengharapkan kematian karena dua hal: pertama, dia takut dirinya dianggap buruk dan dicela mengenai agamanya, lalu hal itu akan menyesatkanya. Kedua, agar kaumnya tidak terjerumus, gara gara dirinya, dalam kedustaan dan menuduh berzina. Karena yang demikian itu membahayakan diri mereka.ini merupakan salah satu contoh yang dilakukan oleh sahabat maryam.
Selain contoh yang telah dipaparkan diatas, saat ini tidak sedikit yang dilakukan oleh masyarakat adalah menangis di dalam kuburan, bagaimana hukum nya? Apakah kita boleh melakukan hal tersebut?
Dalam shahihain disebutkan, bahwa nabi melewati seorang wanita yang menangis disisi kubur keluargannya, maka beliau bersabda kepadanya, yang artinya“bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah”[15]
Wanita boleh menangis di sisi kubur. Sekiranya tangisan dan ziarah mereka adalah haramniscaya nabi melarang wanita tersebut, sebagaimana beliau melarang orang yang melakukan perbuataan yanh diharamkan atau dilarang.dibolehkan menangis di sisi kubur, karena sedih atas  kepergiannya atau belas kasih kepadanya. Demikian pula dibolehkan menangis pada saat kematiaanya. Tangisan, bagi masyarakat arab, ada 2; tangisan yang sudah dikenal dan ratapan. Adakalanya keduanya disertai dengan teriakan histeris dengan teriakan histeris, menampar nampar anggota badan.kalau hal seperti ini diharamkan berdasarkan ijma’ ulama’, dan terdapat ancaman mengenainya,sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi yang artinya”aku berlepas diri dari wanita yang mencukur rambutnya, menampar mukanya, dan merobek robek pakianya(ketika mendapatkan musibah).”(HR. Muslim)
Adapun tangisan yang tidak disertai ratapan, itu diperbolehkan disisi kubur dan saat kematian, karena ini adalah tangisan kelembutan dan belas kasih  yang rata rata dimiliki oleh setiap insan. Nabi menangis, ketika anaknya, ibrahim, meninggal. Umar berkata, “biarkan para wanita itu menangisi abu sulaiman, selagi tidak mengeraskan suaranya dan larut dalam tangisannya.”[16]


BAB III
Penutup
       Manusia  dapat  "menghibur"  dirinya  dalam menghadapi   kematian  dengan  jalan  selalu  mengingat  dan meyakini bahwa semua manusia pasti akan mati. Tidak  seorang pun  akan  luput  darinya,  karena  "kematian  adalah risiko hidup." Bukankah Al-Quran menyatakan bahwa:
كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ١٨٥
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS Ali  'Imran 3: 185)
وَمَا جَعَلۡنَا لِبَشَرٖ مِّن قَبۡلِكَ ٱلۡخُلۡدَۖ أَفَإِيْن مِّتَّ فَهُمُ ٱلۡخَٰلِدُونَ ٣٤
             "Kami tidak menganugerahkan hidup abadi untuk seorang manusiapun sebelum kamu. Apakah jika kamu  meninggal dunia mereka akan kekal abadi? (QS al-Anbiya' 21: 34)
Keyakinan  akan  kehadiran  maut  bagi  setiap  jiwa   dapat membantu meringankan beban musibah kematian. Karena, seperti diketahui, "semakin banyak yang terlibat dalam  kegembiraan, semakin   besar   pengaruh   kegembiraan   itu   pada  jiwa; sebaliknya,  semakin  banyak  yang  tertimpa  atau  terlibat musibah, semakin ringan musibah itu dipikul."
            Demikian  Al-Quran  menggambarkan kematian yang akan dialami oleh manusia taat dan durhaka, dan demikian kitab suci  menginformasikan   tentang  kematian  yang  dapat  mengantar seorang mukmin agar  tidak  merasa  khawatir  menghadapinya. Sementara, yang tidak beriman atau yang durhaka diajak untuk bersiap-siap menghadapi berbagai ancaman dan siksaan.


Daftar Pustaka
Abdulkarim Abdulmalik Amrullah. 1993. Tafsir al-azhar Jilid 24, Surabaya: Pustaka lslam.
Mustafa Ahmad al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi Jilid 29, Semarang: Toha Putra.
As-Suyuti, Tafsir wa bayan mufradati al-Qur’an, Beirut.
Dewan Penyelenggara penafsir al-Qur’an. 1975.  Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir  al-Qur’an.
Katsier Ibnu.1993.  Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 8. Terjemah oleh Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Surabaya: Bina Ilmu,
Al-Qurtubi Imam. 2004. Buku Pintar Alam Akhirat, Jilid 1.  Penerjemah: Ahmad Syaikhu. Jakarta: Darul Haq.
Bukhari Ṣaḥīh. 2010. Hadis No. 5239. Lidwa Pistaka, Lidwa Pustaka i-Sofware.
                                                                                                                      







[1]As-Suyuti, Tafsir wa bayan mufradati al-Qur’an, (Beirut). Hlm. 5

[2] Dewan Penyelenggara penafsir al-Qur’an,  Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir  al-Qur’an, 1975), hlm. 86

[3]Dewan Penyelengara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Tafsirnya…,hlm. 87
[4] As- Suyuti, Tafsir wa bayan mufradati, Beirut. hlm. 463
[5]Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 29,( Surabaya : Pustaka Islam. 1983). hlm 73
[6] As-Suyuti, Tafsir wa bayan mufradati al-Qur’an, Beirut. hlm. 468.
[7]Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar Jilid 29. hlm. 141

[8]Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi Jilid 29, Semarang: Toha Putra. Hlm. 2

[9]Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi Jilid 29, Semarang: Toha Putra. Hlm.5

[10]Ibnu Katsier, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 8. (Terjemah oleh Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Surabaya: Bina Ilmu, 1993). Hlm. 171.

[11]Abdulmalik Abdulkarim Amrullah Hamka, (Tafsir al-azhar Jilid 29, Surabaya: Pustaka lslam.1983). hlm. 2-7
[12]Imam al-Qurtubi. Buku Pintar Alam Akhirat, Jilid 1(Penerjemah: Ahmad Syaikhu. Jakarta: Darul Haq. 2004). Hlm. 6.

[13] Hadis Riwayat Bukhari. Ṣaḥīh Bukhari, Hadis No. 5239. Lidwa Pistaka, Lidwa Pustaka i-Sofware, 2010.

[14]Imam al-Qurtubi. Buku Pintar Alam Akhirat …, Hlm. 8

[15] Imam al-Qurtubi. Buku Pintar Alam Akhirat …, Hlm. 31
[16] Imam al-Qurtubi. Buku Pintar Alam Akhirat …, Hlm. 32

No comments:

Post a Comment

Laporan Magang III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pendewasaan peserta didik melalui pembelajaran se...