Search This Blog

Thursday, October 11, 2018

MAKALAH MENTAL DALAM AL-QUR’AN


MENTAL DALAM AL-QUR’AN

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Kelompok
Mata KuliahTafsir Tematik


DosenPengampu: Drs. H. Mardhi Abdullah








DisusunOleh
Kelompok 8:

Bagus Pamungkas       (1532100092)
Choirul Mukmin          (1532100094)


    
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2018


Daftar Isi





A.    Pendahuluan

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diberi potensi agar melalui nafsIjiwa/mental) dapat menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya melakukan kebaikan atau keburukan. Nafs yang selalu dirawat dengan tuntunan quran berupa ketaatan kepada-Nya, maka nafs akan mendorong fisik manusia melakukan kebaikan-kebaikan. Sebaliknya, nafs yang tidak dibimbing dengan jalan yang telah ditunjukkan oleh tutunan Ilahi maka akan cenderung menghasilkan perbuatan-perbuatan keburukan.
Mental yang selalu mendorong untuk melakukan kebaikan disebut dengan mental yang sehat. Kesehatan mental lahir dari kepribadian yang mantap. Semua indikator kepribadian yang mantap tersebut ada pada kepribadian Rasulullah SAW.Beliauadalahsosok yang mampumenyeimbangkanantaradimensi-dimensikehidupan yang ada, sehingga Allah memujinyasebagaipribadi yang agungakhlaknya. Allah berfirman:
y7¯RÎ)ur4n?yès9@,è=äz5OŠÏàtãÇÍÈ
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benarberbudipekerti yang agung”.(QS. Al-Qolam: 4). Rasulullahadalahprototipe ideal untuk an-nafsu al muthmainnah yang memilikiindikatorkesehatan mental level tinggi.[1] Sedangkan mental yang sakit disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah: 10:
ÎûNÎgÎ/qè=è%ÖÚz£DãNèdyŠ#tsùª!$#$ZÊttB(óOßgs9urë>#xtã7OŠÏ9r&$yJÎ/(#qçR%x.tbqç/Éõ3tƒÇÊÉÈ
Artinya: “dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
Hati yang berpenyakit di atas maksudnya keyakinan mereka terdahap kebenaran Nabi Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap Nabi s.a.w., agama dan orang-orang Islam. Oleh karenanya mental orang yang demikian adalah mental yang sakit.
Dalam makalah ini akan dibahas mental dalam Al-Quran, mencakup pengertian, pembagian dan tentang tazkiyah-nafs (pembersihan jiwa) lengkap dengan ayat-ayat quran berhubungan dengan pembahasan tersebut.



B.     Mental dalam Al-Quran

Dalam KBBI, kata mental bersangkutan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga.[2] Kata mental berasal dari kata latin, yaitu mens atau mentis yang berarti jiwa, nyawa, sukma, ruh, dan semnagat.[3]Mental adalah hal-hal yang berkaitan dengan psycho atau kejiwaan yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi gerak-gerik individu merupakan dorongan dan cerminan dari kondisi (suasana) mental.[4]Jadi mental adalah dimensi manusia yang tidak memiliki bentuk, berupa jiwa maupun watak atau sering kita sebut sebagai ruhani. Sama halnya dengan jasmani, ruhani juga ada yang sehat adapula yang sakit. Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman, dan tenteram. Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosoilogi,dan agama.[5]
Dalam pandangan Al-Quran, an-nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Allah swt. Berfirman:
<§øÿtRur$tBur$yg1§qyÇÐÈ$ygyJolù;r'sù$yduqègéú$yg1uqø)s?urÇÑÈ
Artinya: “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (Al-Syams: 7-8)
Mengilhamkan berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya melakukan kebaikan dan keburukan. Berbeda dengan pengertian nafs menurut ahli sufi yang mengartikan sama dengan pengertian dalam kamus besar bahasa indonesia yang berarti “dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik”.[6]
Dalam islam, kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sesungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuain diri antara manusia dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berlandaskan keimanan dan ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia dunia dan akhirat.[7] Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan jiwa atau penyakit jiwa agar ter-wujudnya sikap yang saling berinteraksi dengan diri sendiri maupun lingkunganya agar tercipta hidup yang bermakna bahagia di dunia dan di akhirat.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan hidup yang beragam. Namun demikian, keberagaman itu dikelompokkan menjadi dua bagian yang mendasar. Pertama, kebutuhan untuk keberlangsungan hidup dan pelestarian jenis. Kedua, kebutuhan untuk mencapai ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup. Dua kebutuhan pokok inilah yang mendorong atau memotivasi manusia melakukan aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.Jika seseorang dihadapkan pada dua pengaruh motivasi yang masing-masing sama kekuatannya tetapi tujuan keduanya berlawanan, maka motivasi pertama akan menariknya ketujuan tertentu. Adapun motivasi yang lain menariknya ketujuan yang berlawanan dengan tujuan pertama. Hal ini menyebabkan perasaan bingung dalam diri seseorang karena tidak mampu memenuhi kebutuhan kedua motivasi tersebut secara bersamaan. Kondisi seperti ini membingungkan seseorang dalam menentukan pilihan di antara dua tujuan yang berbeda.[8]
Kondisi seperti ini diistilahkan sebagai konflik kejiwaan. Akibatnya orang akan mengalami depresi, stress dan gangguan mental lainnya. Apabila dibiarkan dan tak disadari oleh setiap individu sehingga menjadi parah gangguan mental dapat berujung pada langkah bunuh diri.Al-Quran menggambarkan konflik kejiwaan ini pada orang munafik yang bimbang dan ragu dalam menentukan pilihan antara keimanan dan kekufuran, antara bergabung dengan kelompok islam dan kelompok kafir. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
¨bÎ)tûüÉ)Ïÿ»uZßJø9$#tbqããÏ»sƒä©!$#uqèduröNßgããÏ»yz#sŒÎ)ur(#þqãB$s%n<Î)Ío4qn=¢Á9$#(#qãB$s%4n<$|¡ä.tbrâä!#tãƒ}¨$¨Z9$#Ÿwuršcrãä.õtƒ©!$#žwÎ)WxŠÎ=s%ÇÊÍËÈtûüÎ/xö/xBtû÷üt/y7Ï9ºsŒIw4n<Î)ÏäIwàs¯»ydIwur4n<Î)ÏäIwàs¯»yd4`tBurÈ@Î=ôÒリ!$#`n=sùyÅgrB¼ã&s!WxÎ6yÇÊÍÌÈ+
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam Keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.”(QS. An-Nisa: 142-143).
Ayat di atas berkaitan dengan keadaan hati atau mental seseorang yang mengalami depresi atau gangguan. Yaitu seseorang yang bingung dalam menentukan pilihan padahal sudah jelas mana yang baik dan mana yang buruk.

C.    Pembagian Mental Dalam Al-Quran

Allah SWT mengutus Nabi dan menurunkan kitab-Nya. Hal ini untuk menunjukkan dan mengarahkan manusia pada sesuatu yang dapat menjaga fitrah mereka yang benar dan lurus, dapat membangun dan mengokohkan spritualnya dengan beriman kepada Allah SWT serta penyerahan diri sebagai proses penghambaan kepada-Nya tanpa menyekutukannya. Berpegang teguh pada ajaran-Nya serta merealisasikan nilai-nilai ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.[9] Adapun pembagian mental dalam Al-Quran di antaranya:[10]
      1.            An-nafs la’ammarah bi as-Su’
          Dinamika jiwa ini cenderung pada tabiat jasad, mengejar dasar-dasar kenikmatan dan menarik qalb manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan rendah sesuai dengan naluri insting, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Ini adalah jiwa yang tercela, yang tabiatnya adalah memerintahkan segala keburukan, dan tidak seorang pun mampu selamat darinya melainkan dengan taufiq Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah:
!$tBuräÌht/é&ûÓŤøÿtR4¨bÎ)}§øÿ¨Z9$#8ou$¨BV{Ïäþq¡9$$Î/žwÎ)$tBzOÏmuþÎn1u4¨bÎ)În1uÖqàÿxî×LìÏm§ÇÎÌÈ
Artinya: “Sungguh, nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf (12) : 53).
      2.            An-nafs al-lawwamah
          Dinamika jiwa lawwamah merupakan jiwa yang tidak tegar dalam satu keadaan, sering bolak-balik dan berubah-ubah, kadang ingat kadang lalai, kadang menuju Allah kadang berpaling dari-Nya, mencintai dan membenci, bahagia dan bersedih, ridha dan marah, taat dan bermaksiat. Dinamika jiwa ini berada di antara jiwa la‘ammarah bi al-su’ dan jiwa mut}mainnah. Jenis dinamika ini diketahui dari firman Allah:
IwurãNÅ¡ø%é&ħøÿ¨Z9$$Î/ÏptB#§q¯=9$#ÇËÈ
Artinya: “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. al-Qiyamah 75: 2).
          Dinamika jiwa lawwamah, menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, ada dua jenis, yaitu: (1) jiwa lawwamah yang tercela, yaitu dinamika kejiwaan yang bodoh dan zalim yang dicela oleh Allah dan para malaikat, dan (2) jiwa lawwamah yang tidak tercela, yaitu dinamika kejiwaan yang mencela atas perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk memperbaikinya.
      3.            An-nafs al-mutmainnah
          Jiwa mutmainnah adalah jiwa yang tenang kepada Allah dan tenang dengan mengingat-Nya, kembali pada-Nya, merindukan bertemu dengan-Nya dan nikmat berdekatan dengan-Nya. Karena itu, Ibn al-Abbas dalam Farid mendefiniskan jiwa ini dengan jiwa yang percaya pada Allah. Dinamika kejiwaan ini telah diberi kesempurnaan cahaya hati, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Dinamika jiwa inilah yang kelak di hari kiamat dipanggil untuk masuk ke dalam surga Allah dan menikmati berbagai kenikmatan di dalamnya, seperti firman Allah:
$pkçJ­ƒr'¯»tƒß§øÿ¨Z9$#èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$#ÇËÐÈûÓÉëÅ_ö$#4n<Î)Å7În/uZpuŠÅÊ#uZp¨ŠÅÊó£DÇËÑÈÍ?ä{÷Š$$sùÎûÏ»t6ÏãÇËÒÈÍ?ä{÷Š$#urÓÉL¨Zy_ÇÌÉÈ
Artinya:“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati ridha lagi diridhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr 89: 27-30).
          Puncak dinamika jiwa manusia dibahasakan dengan: tenang (mutmainnah). Karenanya, puncak dinamika kejiwaan manusia ditandai dengan ketenangan dalam jiwa manusia. Semakin sempurna dinamika kejiwaan manusia, maka ketenangan semakin menguat dalam jiwa manusia. Sebaliknya, semakin lemah dinamika kejiwaan, maka jiwa manusia akan diserang dengan rasa kekuatiran yang berlebihan atau syahwat keinginan yang tidak terkontrol.

D.    Tazkiyatu An-Nafs (Pembesihan Jiwa)

Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam Quran surat Ar Ruum:30 sebagai berikut:
óOÏ%r'sùy7ygô_urÈûïÏe$#Ï9$ZÿÏZym4|NtôÜÏù«!$#ÓÉL©9$#tsÜsù}¨$¨Z9$#$pköŽn=tæ4ŸwŸ@ƒÏö7s?È,ù=yÜÏ9«!$#4šÏ9ºsŒÚúïÏe$!$#ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9uruŽsYò2r&Ĩ$¨Z9$#ŸwtbqßJn=ôètƒÇÌÉÈ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Penyimpangan atau penolakan terhadap fitrah kemanusian yang dinisbatkan pada fitrah keilahian, misalnya berbuat syirik, menafikan ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT dan memuaskan semua keinginan syahwatnya merupakan suatu penyimpangan terhadap fitrah tiap kemanusian. Orang-orang beriman memiliki sandaran kuat ketika mengalami badai krisis paling berat sekalipun, karena bebannya bisa dilimpahkan kepada Wali yaitu Allah SWT.[11]
Di bawah ini ayat-ayat tentang tazkiyah nafs:[12]
ö@à)sù@ydy7©9#n<Î)br&4ª1ts?ÇÊÑÈy7tƒÏ÷dr&ur4n<Î)y7În/u4Óy´÷tFsùÇÊÒÈ
Artinya: “dan Katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan), dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?" (QS. An-Naziat: 18-19).
$pkâ:¨Zyfãyurs+ø?F{$#ÇÊÐÈÏ%©!$#ÎA÷sーã&s!$tB4ª1utItƒÇÊÑÈ
Artinya: ”dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya” (QS. Al-Lail: 17-18).
ôs%yxn=øùr&`tB$yg8©.yÇÒÈôs%urz>%s{`tB$yg9¢yŠÇÊÉÈ
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”(QS. Al-Syams: 9-10).
Tazkiyatun-nafs termasuk missi para Rasul, sasaran orangorangyang bertaqwa, dan menentukan keselamatan atau kecelakaan di sisi Allah. Tazkiyah secara etimologis punya dua makna: Penyucian dan pertumbuhan. Demikian pula maknanya secara istilah. Zakatun-nafsi artinya penyucian (tathahhur) jiwa dari segala penyakit dan cacat, merealisasikan {tahaqquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma' dan shifat sebagai akhlaqnya (takhalluq). Pada akhirnya tazkiyah adalah tathahhur, tahaqquqdan takhalluq. Kesemuanya ini memiliki berbagai sarana yang syaf'i, hakekat dan hasil-hasil yang syar'i pula. Dampak dan pengaruhnya akan nampak pada perilaku dalam berinteraksi dengan Allah dan makhluq, dan dalam mengendalikan anggota badan sesuai perintah Allah.[13]Tazkiyah hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah danamal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai.
Diantara ayat-ayat yang mejelaskan manfaat dari Tazkiyatun-nafsdi antaranya:
`ä3tFø9uröNä3YÏiB×p¨Bé&tbqããôtƒn<Î)ÎŽösƒø:$#tbrããBù'tƒurÅ$rã÷èpRùQ$$Î/tböqyg÷ZtƒurÇ`tã̍s3YßJø9$#4y7Í´¯»s9'ré&urãNèdšcqßsÎ=øÿßJø9$#ÇÊÉÍÈ
Artinya: “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali-Imron: 104).[14]
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Keimanan, ketaqwaan, amal shaleh, berbuat yang ma’ruf, dan menjauhi perbuatan munkar adalah faktor penting dalam usaha pembinaan mental. Di dalam ayat yang lain Allah swt. Menurunkan ketenangan jiwa ke dalam hati orang-orang mukmin sebagai berikut:
uqèdüÏ%©!$#tAtRr&spoYÅ3¡¡9$#ÎûÉ>qè=è%tûüÏZÏB÷sßJø9$#(#ÿrߊ#yŠ÷zÏ9$YZ»yJƒÎ)yì¨BöNÍkÈ]»yJƒÎ)3¬!urߊqãZã_ÏNºuq»yJ¡¡9$#ÇÚöF{$#ur4tb%x.urª!$#$¸JÎ=tã$VJÅ3ymÇÍÈ
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. Al-Fath: 4).[15]
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah mensifati diri-Nya bahwa Dia-lah Tuhan yang maha mengetahui dan bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang beriman.
Rasulullah SAW mengajak manusia untuk beriman dan mentauhidkan Allah menghabiskan waktu 13 tahun sebelum mengajak mereka untuk melaksanakan syariat. Iman yang tertanam kuat di dalam hati dapat menghadirkan rasa lapang dada, ridha dan bahagia dalam diri sesesorang. Dia akan merasa dalam perlindungan dan penjagaan Allah serta dibimbing hidupnya sehingga membuannya menjadi tenang dan dicintai banyak orang.[16]Allah berfirman:
tûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäûÈõuKôÜs?urOßgç/qè=è%̍ø.ÉÎ/«!$#3Ÿwr&̍ò2ÉÎ/«!$#ûÈõyJôÜs?Ü>qè=à)ø9$#ÇËÑÈ
Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 28).
Dari ayat-ayat di atas jelaslah bahwa dengan penyucian jiwa hati menjadi tenang, tentram dan bahagia. Menurut Muhammad Mahmud, ada sembilan ciri atau karakteristik mental yang sehat, yakni:
             1.          Kemapanan (al-sakinah), ketenangan (ath-thuma’ninah) dan rileks (ar-rahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik terhadap dirinya, masyarakat maupun Tuhan.
             2.          Memadai (al-kifayah) dalam beraktivitas).
             3.          Menerima keadaannya dirinya dan keadaan orang lain.
             4.          Adanya kemampuan untuk menjaga diri.
             5.          Kemampuan untuk memikul tanggung jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama.
             6.          Memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat.
             7.          Kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi.
             8.          Memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik.
             9.          Adanya rasa kepuasan, kegembiraan ( al-farh atau al -surur) dan kebahagiaan ( al-sa’adah) dan menyikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. [17]


E.     Kesimpulan

Mental adalah hal-hal yang berkaitan dengan psycho atau kejiwaan yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi gerak-gerik individu merupakan dorongan dan cerminan dari kondisi (suasana) mental. Dalam Al-Quran, an-nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna berfungsi menampung serta mendorong manusia untuk berbuat kebaikan dan keburukan. Mentalyang sehat adalah mental yang terhindar dari gangguan jiwa atau penyakit jiwa dan selalu mendorong untuk melaksanakan kebaikan. Sedangkan mental yang sakit adalah mental yang diliputi  kedengkian, iri-hati dan dendam serta mendorong manusia untuk melakukan keburukan.
Mental atau jiwa dibagi menjadi tiga yaitu An-nafs la’ammarah bi as-Su’, An-nafs al-lawwamah, An-nafs al-mutmainnah. Tazkiyah hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah danamal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadaimaka akan membawa ketenangan dan ketentraman hati serta kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka

Al-Aqiel, Abdullah. 1999.IntisariIhya' 'UlumuddinAl-GhazaliMensucikanJiwaKonsep Tazkiyatun-Nafs TerpaduDiseleksi Dan Disusun Ulang Oleh Said Hawa, Rabbani Pers.
Burhanuddin,Yusak. 2016.Kesehatan Mental, (Bandung: CV PustakaSetia, 1998Ahmad Nurrohim, AntaraKesehatan Mental Dan PendidikanKarakter: PandanganKeislamanTerintegrasi,Attarbiyah, Vol. I No 2, Desember, Diunduhpada08 April2018, 00:39:4.
Fuad,Ikhwan. 2016.MenjagaKesehatanMental  Perspektif Al-Qur‟andanHadits, Pacitan, STAI Muhammadiyah, Journal An-nafs: KajiandanPenelitianPsikologi, Vol. 1 No. 1 Juni.Diunduh pada 08 April 2018, 00:39:49https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/mental.html, pada Tanggal 07 Maret 2018, Pukul 23:00 WIB.
Hasneli, 2014.Kesehatan Mental dalamPandangan Islam, Padang: Haifa Press.
Jalaluddin. 2015.Psikologi Agama, Jakarta:PT Raja Grafinda.
Jalaludin dan ramayulis. 1993.Pengantar ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia.
Shihab, M. Quraish. 2007.Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan Pustaka.
Shihab,M. Quraish. 2003. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung: PT. Mizan Pustaka anggota IKAPI
Suhaimi, 2015. Gangguan Jiwa Dalam Perspektif  Kesehatan Mental Islam, UIN Suska Riau, JurnalRisalah, Vol. 26, No. 4, Desember: 197-205,diunduhpada 07 April 2018, 11:24:48.



[1]IkhwanFuad,  MenjagaKesehatan Mental  Perspektif Al-Qur‟andanHadits, Pacitan, STAI Muhammadiyah, Journal An-nafs: KajiandanPenelitianPsikologi, Vol. 1 No. 1 Juni 2016.hlm. 40. Diunduh pada 08 April2018, 00:39:49
[2]diaksesdari https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/mental.html, pada Tanggal 07 Maret 2018, Pukul 23:00 WIB.
[3]YusakBurhanuddin, Kesehatan Mental, (Bandung: CV PustakaSetia, 1998), hlm. 9
[4]Ahmad Nurrohim, AntaraKesehatan Mental Dan PendidikanKarakter: PandanganKeislamanTerintegrasi,Attarbiyah, Vol. I No 2, Desember 2016, hlm. 278. Diunduhpada08 April2018, 00:39:4
[5]Jalaluddin.Psikologi Agama, (Jakarta:PT Raja Grafinda, 2015),hlm. 156
[6]M. QuraishSyihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung: MizanPustaka, 2007), hlm. 376-378
[7]Hasneli, Kesehatan Mental dalamPandangan Islam, (Padang: Haifa Press, 2014), hlm. 4
[8]Jalaluddin, Op. Cit.,hlm. 154
[9]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: PT. Mizan Pustaka anggota IKAPI, 2003), hlm. 181
[10]Ahmad Nurrohim, Op. Cit., hlm. 285-287
[11]JalaluddinOp. Cit., hlm. 182
[12]AbdullahAl-Aqiel, IntisariIhya' 'UlumuddinAl-GhazaliMensucikanJiwaKonsepTazkiyatun-NafsTerpaduDiseleksi Dan DisusunUlangOlehSaid Hawa, (Rabbani Pers, 1999), hlm. 2
[13]Ibid.
[14]Jalaludindanramayulis, PengantarilmuJiwa Agama, (Jakarta: KalamMulia, 1993), hlm. 84
[15]Ibid.,hlm. 85
[16]IkhwanFuad, Op. Cit., hlm. 40-41
[17]Suhaimi, GangguanJiwaDalamPerspektifKesehatan Mental Islam, UIN Suska Riau, Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 4, Desember 2015: 197-205, hlm. 203, diunduhpada07 April2018, 11:24:48


No comments:

Post a Comment

Laporan Magang III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pendewasaan peserta didik melalui pembelajaran se...